Suku Mandar

Seputar informasi dan seluk beluk suku MANDAR

Sunday, December 31, 2017

Aneka Wisata Kuliner Legendaris Khas Suku Mandar, Sulawesi Barat

1 comment :
Jalan-jalan ke daerah Mandar di Sulawesi Barat tidak lengkap jika tidak mencicipi makanan khas suku Mandar. Apalagi menikmati kuliner khas mandar sambil mendengar desiran ombak pantai Mandar yang indah. Yah tentunya banyak kuliner yang disajikan di pantai-pantai mandar, mengingat suku mandar ini identik dengan seorang pelaut. Nah langsung saja ini dia beberapa makanan khas atau wisata kuliner suku Mandar:

Gogos Khas Mandar



Gogos dapat kita jumpai di beberapa kedai-kedai yang berjejer di sepanjang jalan poros kecamatan Tinambung hingga Limboro pada malam hari lengkap dengan kepulan asap pembakarannya. Makanan ini dibungkus dengan daun Pisang dan terbuat dari beras pulut dicampur dengan santan kelapa lalu diasapi dalam tatakan pembakaran. Mengingat kemasannya yang sangat khas dan terjaga ini. Biasanya gogos juga diisi dengan ikan yang telad ditumbuk sebagai pelengkap kenikmatannya.

Ikan Terbang Khas Mandar




Tuing-tuing (ikan terbang) biasanya disandingkan dengan jepa atau makanan lain seperti nasi. Ikan Tuing-tuing banyak dijumpai di daerah pesisir Polewali Mandar utamanya di daerah Pambusuang Kecamatan Balanipa dan Karama serta -Tangnga tangnga Kecamatan Tinambung sekitar 30 Km dari ibukota Polewali. Cara mengolahnya adalah dengan jalan menggoreng atau merebusnya lalu dibuat sayur yang dicampur santan dan kunyit serta repah-rempah lainnya. Ikan ini juga bisa dinikmati dengan jalan membakarnya dan kemudian disantap dengan menghidangkannya bersama jeruk peras dan cabe rawit yang telah dibuat serupa ulekan.

Sara'ba dan Pisang Goreng Khas Mandar




Makanan dan minuman khas Polewali Mandar yang juga menarik adalah minuman sara'ba yang akan lebih lengkap jika disuguhkan bersama singkong goreng sebagai cemilan tambahannya. Minuman khas ini setiap saat tersedia di kedai-kedai di hampir semua kecamatan yang ada di Polewali Mandar. Sebagai minuman yang dibuat dari racikan Jahe, merica, telur, dan gula merah, sara'ba diyakini jika disajikan dalam keadaan hangat, akan mampu encegah masuk angin. Sehingga tidak heran, kedai-kedai sara'ba dan pisang goreng ini akan sangat ramai dikunjungi oleh warga pada malam hari.

Golla Kambu Khas Mandar




Golla Kambu sebagai makanan khas masyarakat Polewali Mandar terbuat dari beras pulut yang dicampur dengan gula merah lalu dikemas dengan menggunakan daun Pisang kering. Untuk memperoleh makanan khas ini dapat dijumpai di hampir semua pasar-pasar traditional yang ada di wilayah Kabupaten Polewali Mandar khusunya di Kecamatan Campalagian, Balanipa, Tinambung, serta Limboro.

Jepa Khas Mandar



Pilihan wisata kuliner yang khas dan sangat menarik untuk dinikmati oleh para pejalan tiap kali bertandang ke Polewali Mandar adalah mencicipi makanan khas jepa. Makanan jenis ini banyak didapati di beberapa pasar tradisional di hampir semua kecamatan di Polewali Mandar. Selain mencicipi jepa, yang menarik untuk diamati juga adalah cara pembuatannya yang masih sangat tradisional. Bahan dasar jepa terbuat dari singkong dan juga sagu yang ditumbuk dan diperas kemudian dimasukkan ke dalam panjepangan (cetakan) ditindih lalu diasapi. Hampir bisa dipastikan makanan khas ini akan sanggup menggugah selera makan, dan juga sangat gampang untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh, sebab selian enteng dan kering makanan ini juga cukup bisa bertahan lama.

Baca Juga 5 Wisata Sosial Suku Mandar, Sulawsei Barat

Yah, inilah dia wisata kuliner suku Mandar. Masih banyak lagi kuliner-kuliner yang belum sempat dibahas secara rinci. Ayo jalan-jalan ke daerah Suku Mandar disamping kulinernya yang khas dan uenak juga masyarakatnya yang ramah-ramah. Ditunggu yah!!

Saturday, December 30, 2017

Sekilas Tentang Sejarah Asal Usul Suku Mandar

1 comment :
Suku Mandar adalah suku bangsa yang menempati wilayah Sulawesi Barat, serta sebagian Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah Populasi Suku Mandar dengan jumlah Signifikan juga dapat ditemui di luar Sulawesi seperti Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Malaysia. Pada sensus penduduk tahun 1980 didapati bahwa terdapat 300.000 orang Mandar di Sulawesi Selatan, tetapi ini lebih menunjukkan jumlah penutur bahasa Mandar pada tahun itu kabupaten Majene, Mamasa, dan Mamuju penutur bahasa Mandar juga banyak, maka angkanya akan lebih dari 300.000 jiwa di tiga kabupaten, Majene, Mamasa dan Mamuju pada waktu itu, karena sensus tahun 1980 menunjukkan jumlah penduduk Majene 120.830, Mamasa 360.384, Mamuju 99.796 sedangkan Makassar 709.000.


suku mandar


Mandar secara geografis tidak sebatas dengan wilayah keresidenan (Kabupaten) Polewali atau Majene, atau mungkin tidak sebatas kedua wilayah ini melainkan seluas wilayah yang diperjuangkan menjadi Provinsi Sulawesi Barat (Provinsi Sulbar). Dengan kata lain, dalam konteks geografis dan bukan konteks kultural, istilah Mandar mencakup seluruh wilayah Sulbar. Mungkin juga bisah diterima bahwa secara kultural dan terbatas, Mandar mencakup masyarakat Polewali Mandar, Majene, dan Mamuju. Jadi ada Mandar Balanipa dan Polewali yang berada dalam wilayah Polewali Mandar, ada Mandar Majene (Sendana,Pamboang,dan Banggae) yang berada dalam wilayah kabupaten Majenedan ada Mandar Mamujudidalamnya terdapat daerah Tappalang. Karena itu, Mandar, dalam Konteks Kultural, lebih sempit dari pada mandar dalam jangkauan makna geografis. Dalam konteks geografis, Provinsi Sulbar tidak hanya dihuni oleh masyarakat Mandar Balanipa dan Polewali, Mandar Majene, dan masyarakat Mandar Mamuju, melainkan juga oleh masyarakat suku Toraja di Kabupaten Mamasa.

Sejarah Suku Mandar

Mandar ialah suatu kesatuan etnis yang berada di Sulawesi Barat. Dulunya, sebelum terjadi pemekaran wilayah, Mandar bersama dengan etnis Bugis, Makassar, dan Toraja mewarnai keberagaman di Sulawesi Selatan. Meskipun secara politis Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan diberi sekat, secara historis dan kultural Mandar tetap terikat dengan “sepupu-sepupu” serumpunnya di Sulawesi Selatan. Istilah Mandar merupakan ikatan persatuan antara tujuh kerajaan di pesisir (Pitu Ba’ba’na Binanga) dan tujuh kerajaan di gunung (Pitu Ulunna Salu). Keempat belas kekuatan ini saling melengkapi, “Sipamandar” (menguatkan) sebagai satu bangsa melalui perjanjian yang disumpahkan oleh leluhur mereka di Allewuang Batu di Luyo.

Asal-Usul Kata Mandar

Kata Mandar memiliki berbagai arti:
(1) Mandar berasal dari konsep Sipamandaq yang berarrti saling kuat menguatkanpenyebutan itu dalam pengembangan berubah penyebutannya menjadi Mandar 
(2) kata Mandar dalam penuturan orang Balanipa berarti sungai, 
(3) Mandar berasal dari Bahasa Arab; Nadara-Yanduru-Nadra yang dalam perkembangan kemudian terjadi perubahan artikulasi menjadi Mandar yang berarti tempat yang jarang penduduknya.
(4) Menurut orang Belanda yang sempat menjajah Indonesia termasuk Mandar termasuk salah wilayah Afdeling, Mandar terdiri dari dua kata Man dan Dare yang berarti manusia dan berani,ini di landasi dari gigihnya perlawanan rakyat Mandar saat kolonialisme Belanda di Indonesia khususnya di tanah Mandar sehingga Mandar di katakana manusia berani, setelah mengajukan berbagai pertimbangan penetapan pilihan pada butir kedua, yaitu “Mandar” yang berarti “Sungai” dalam penuturan penduduk Balanipa. Tampaknya menyebutan itu tidak berpengaruh terhadap penamaan sungai sehingga sungai yang terdapat de daerah itu sendiri disebut Sungai Balangnipa. Selain itu masih terdapat sejumlah sungai lain di daerah Pitu Babana Binanga (PBB), yaitu sungai, Tinambung, Campalagiang, Mapilli, Karama, Lumu, Buding-Buding, Lariang dan Binuang (Paku).

 Selain itu, dalam buku dari H. Saharuddin, dijumpai keterangan tentang asal kata Mandar yang berbeda. Menurut penulisnya, berdasarkan keterangan dari A. Saiful Sinrang, kata Mandar berasal dari kata Mandar yang berarti “Cahaya”; sementara menurut Darwis Hamzah berasal dari kata mandaq yang berarti “Kuat”; selain itu ada pula yang berpendapat bahwa penyebutan itu diambil berdasarkan nama Sungai Mandar yang bermuara di pusat bekas Kerajaan Balanipa (Saharuddin, 1985:3). 

Rumah Adat, Kesenian dan Makanan khas Mandar

Rumah adat suku Mandar disebut Boyang. Perayaan-perayaan adat diantaranya Sayyang Pattu'du (Kuda Menari), Passandeq(Mengarungi lautan dengan cadik sandeq), Upacara adat suku Mandar , yaitu "mappandoe' sasi" (bermandi laut). Makanan khas diantaranya Jepa, Pandeangang Peapi, Banggulung Tapa, dll. Mandar dapat berarti tanah Mandar dapat juga berarti penduduk tanah Mandar atau suku Mandar.

Bahasa Mandar

Seperti suku-suku atau etnis lainnya yang ada pada suatu bangsa termasuk yang ada di Indonesia, dipahami bahwa bahasa merupakan identitas yang menunjukkan suatu bangsa, etnis atau suku tersebut.Tak pelak Mandar sebagai sebuah etnis atau bahkan yang lebih besar dari itu, sebuah suku bangsa juga berlaku hal yang serupa.Artinya Mandar juga dapat dipahami dan dimengerti bahkan dikenal melalui bahasa dan dialeknya.

Konon masih sama dengan etnis lainnya di Indo¬nesia, bahasa Mandar juga berasal dari rumpun bahasa Malayu Polinesia atau bahasa Nusantara atau yang lebih acap disebut sebagai bahasa ibunya orang Indo¬nesia. Oleh Esser (1938) disebutkan, seperti yag dikutip Abdul Muttalib dkk (1992), bahwa mandfarsche dialecten yang awal penggunaannya berangkat dari daerah Binuang bagian utara Polewali hingga wilayah Mamuju Utara daerah Karossa.

Walau hingga kini tidak jelas benar sejak kapan penggunaan bahasa Mandar dalam keseharian orang Mandar.Namun dapat diduga, bahwa penggunaan bahasa Mandar sendiri bersamaan lahirnya orang atau manusia pertama yang ada di tanah Mandar.Hal yang lalu dapat dijadikan rujukan adalah adanya bahasa Mandar yang telah digunakan dalam lontar Mandar sekitar abad ke-15 M. Ibrahim Abas (1999).

Sehingga kuat dugaan bahwa bahasa yang digunakan sistem pemerintahan dan kemasyarakatan masa lalu di daerah Mandar telah menggunakan bahasa Mandar, yang untuk itu dapat dicermati dalam beberapa lontar yang terbit pada masa-masa pemerintahan kerajaan Mandar.

Sedang menilik area penyebaran bahasa Mandar sendiri, hingga kini masih dengan mudah bisa di temui penggunaannya di beberapa daerah di Mandar seperti, Polman, Mamasa, Majene, Mamuju dan Mamuju Utara. Kendati demikian di beberapa tempat atau daerah di Mandar juga telah menggunakan bahasa lain, seperti untuk Polmas di daerah Polewali juga dapat ditemui penggunaan bahasa Bugis, sebagai bahasa Ibu dari etnis Bugis yang berdiam dan telah menjadi to Mandar (orang Mandar-pen) di wilayah Mandar. Begitu pula di Mamasa, menggunakan bahasa Mamasa, sebagai bahasa mereka yang memang di dalamnya banyak ditemui perbedaannya dengan bahasa Mandar.Sementara di daerah Wonomulyo, juga dapat difemui banyak masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa, utamanya etnis Jawa yang tinggal dan juga telah menjadi to Mandar di daerah tersebut.Kecuali di beberapa tempat di Mandar, seperti Mamasa. Selain daerah Mandar-atau kini wilayah Provinsi Sulawesi Barat-tersebut, bahasa Mandar juga dapat ditemukan penggunaannya di komunitas masyarakat di daerah Ujung Lero Kabupaten Pinrang dan daerah Tuppa Biring


Kerajaan Suku Mandar

Akhir abad 16 atau awal abad 17 negeri negeri Mandar menyatukan diri menjadi sebuah negeri yang lebih besar, yaitu tanah Mandar yang terdiri dari Pitu Ulunna Salu dan Pitu Babana Binanga, Pitu Babana Binanga lah yang terkenal dengan armada laut Mandar dalam perang Gowa-Bone diabad ke17.
Suku Mandar terdiri atas 17 (kerajaan) kerajaan, 7 (tujuh) kerajaan (lebih mirip republik konstitusional dimana pusat musyawarah ada di Mambi) hulu yang disebut "Pitu Ulunna Salu", 7 (tujuh) kerajaan muara yang disebut "Pitu ba'bana binanga" dan 3 (tiga) kerajaan yang bergelar "Kakaruanna Tiparittiqna Uhai".

Tujuh kerajaan yang tergabung dalam wilayah Persekutuan Pitu Ulunna Salu adalah :
1. Kerajaan Rante Bulahang
2. Kerajaan Aralle
3. Kerajaan Tabulahan
4. Kerajaan Mambi
5. Kerajaan Matangnga
6. Kerajaan Tabang
7. Kerajaan Bambang

Tujuh kerajaan yang tergabung dalam wilayah Persekutuan Pitu Baqbana Binanga adalah :
1. Kerajaan Balanipa
2. Kerajaan Sendana
3. Kerajaan Banggae
4. Kerajaan Pamboang
5. Kerajaan Tapalang
6. Kerajaan Mamuju
7. Kerajaan Benuang

Kerajaan yang bergelar Kakaruanna Tiparittiqna Uhai atau wilayah Lembang Mappi namun sekarang adalah bagian dari kerajaan Balanipa, adalah sebagai berikut:
1. Kerajaan Allu
2. Kerajaan Tuqbi
3. Kerajaan Taramanuq

Di kerajaan-kerajaan Hulu pandai akan kondisi pegunungan sedangkan kerajaan-kerajaan Muara pandai akan kondisi lautan. Dengan batas-batas sebelah selatan berbatasan dengan Kab. Pinrang, Sulawesi Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Kab. Toraja, Sulawesi Selatan, sebelah utara berbatasan dengan Kota Palu, Sulawesi Tengah dan sebelah barat dengan selat Makassar.

Sepanjang sejarah kerajaan-kerajaan di Mandar, telah banyak melahirkan tokoh-tokoh pejuang dalam mempertahankan tanah melawan penjajahan VOC,Belanda seperti: Imaga Daeng Rioso, Puatta i sa'adawang, Maradia Banggae, Ammana iwewang, Andi Depu, meskipun pada akhirnya wilayah Mandar berhasil direbut oleh Belanda.

Dari semangat suku Mandar yang disebut semangat "Assimandarang" sehingga pada tahun 2004 wilayah Mandar menjadi salah satu provinsi yang ada di Indonesia yaitu provinsi Sulawesi Barat.

Dilansir dari id.wikipedia.org

Thursday, December 28, 2017

Inilah Arti dan Makna Logo Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat

No comments :
Inilah Arti dan Makna Logo Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat
Sebagai warga Kabupaten Polewali mandar, sepatutnyalah kita harus tau arti dari lambang atau logo yang sering kita lihat dan gunakan. Berikut ini ulasan tuntas tentang arti dan makna logo Kabupaten Polewali Mandar:

# Dasar Logo

Perisai yang berbentuk segi lima datar yang secara simbolik melambangkan pertahann yang kokoh dan kuat, seimbang dan sinerjik antara dua unsur yaitu unsur jasmaniah dan unsur rohaniah. Dengan kesatuan dua unsur tersebut memberi makna yang penting dalam budaya kemandaran yaitu bersatunya Alang mallinrung (kerohanian) dan alang maqnyata (jasmaniah).

# Latar Belakang

Latar Belakang logo ini beralaskan corak sarung sutra mandar (sureq Pangulu) adalah salah satu sureq sarung sutra mandar yang sarat dengan makna yang luhur yang harus dimiliki dan dipakai dalam berbagai upacara adat bagi maraqdia dan Hadat di tanah Mandar.

# Makna warna kuning dalam berbagai simbol

Warna kuning dalam budaya Mandar melambangkan keutamaan dalam sifat-sifat berharkat dan bermartabat (Malaqbi). Makna ini dapat ditemukan dalam budaya mandar yang diungkapkan diberbagai lontar yaitu : ”pelindo lindo maririo nanacanringngo’o paqbanua ” (anda diharuskan memiliki sifat yang berharkat dan bermartabat agar dicintai oleh rakyat). Demikian juga terdapat dalam lagu-lagu Mandar, salah satunya berbunyi: ”annaqtama dibuaro bawaq sau ditangnga saupaqnala lindo-lindo mariri”
Bintang yang terletak diatas baju pasangan adalah simbol dari:
- Ketuhanan yang Maha Esa
- Kelima sudutnya perlambang lima unsur nilai budaya tertinggi dalam Pancasila
- Bintang dalam budaya Mandar merupakan suatu tanda bagi para pelaut dalam menentukan suatu tujuan akhir, bintang sangat memberi nuansa ilmu pengetahuan bahari yang terdapat dalam ”paissangang aposasiang” (Ilmu yang berkaitan tentang kebaharian) dan titik tumpuh dalam ilmu pengetahuan berlayar yang disebut ”paissangang asombalang” atau ilmu pengetahuan dalam berlayar.

Rangkaian Padi dan Bunga Kelapa (Mayang / Burewe)
Rangkaian Padi yang padat – berisi dan berwarna kuning keemasan melambangkan usaha menuju kemakmuran pangan. Posisinya yang melengkung mencerminkan sifat malaqbi (mulia) dan rendah hati (tawadhu) sebagai sumber kekuatan, inspirasi, sekaligus pedoman dalam berpemerintahan dalam bermasyarakat. Adapaun mayang kelapa berwarna kuning keemasan menggambarkan kekayaan sumber daya alam Polewali Mandar. Dengan pengelolaan yang tepat, potensi ini dapat mendinamiskan kegiatan ekonomi dan meningkatkan PAD. Mayang kelapa ini terdiri dari : Bakal kelapa (Kalanjo) berjumlah 17, tangkai bunga kelapa (burewe) berjumlah 8.

# Gunung Hijau

Gunung Hijau yakni Gunung ”Tammeundur” 5 (lima) puncak lainnya adalah bukit-bukit Tammeundur yang melebar sampai ke Kecamatan Tutallu, Kecamatan Tinambung, Kecamatan Campalagian, Kecamatan Wonomulyo, dan Polewali inilah Kecamatan awal pembentukan Polewali Mamasa. Di gunung ini berisi berbagai sumber daya alam (jenis mineral dan minyak, dll). Diseputar gunung ini terdapat hutan yang bermakna berbagai tanaman-tanaman komoditi dan kayu serta komoditas ekspor jenis Kakao, Kelapa dan lain-lain. Darinya juga mengalir hulu-hulu sungai yang mengairi hamparan sawah yang memberi makna, bahwa Kabupaten Polewali Mandar adalah salah satu lumbung beras di Indonesia.

# Baju Pasangan

Sebagai latar belakang dari simbol laut, ombak, sandeq, dan gunung. Dalam budaya Mandar baju ini hanya dipakai oleh seorang perempuan yang telah dewasa, ini melambangkan sebuah kepribadian yang tangguh, mandiri, bertanggungjawab, dan sifat menjaga siri’ dan lokkoq bagi keluarganya. Disamping itu baju pasangang ini berarti simbol keteguhan dan kasih sayang dalam kehidupan rumah tangga yang bermakna ”sibali parriq” bagi kelangsungan hidup keluarga yang sangat dihayati dalam makna budaya Mandar sampai kini. Baju pasangan atau baju ”Boko” dalam masyarakat Mandar biasanya dipakai oleh wanita dewasa, dimana wanita dalam keluarga juga turut menunjang kehidupan keluarga dalam makna ”sibali parriq”.

# Perahu Sandeq

Perahu Sandeq (lopi sandeq) adalah jenis perahu bercadik khas Mandar yang harfiahnya ’sandeq’ runcing (mengacu pada bentuk lambungnya). Lopi Sandeq merupakan warisan yang tidak ternilai yang diperoleh melalui penciptaan rasa dan karsa yang tinggi yang merupakan pencerminan keseimbangan, kesederhanaan, keindahan, kecepatan, ketepatan, dan ketangguhan yang menjadi karakteristik orang Mandar. Nilai-nilai yang ada pada Tambera (tali penahan pallayarang) sebagai lambang kekuatan yang harus seimbang. Sobal (layar) berwarna putih berbentuk segitiga sebagai simbol fleksibilitas yang tinggi, kegigihan, lambang ketulusan dan kepolosan. Guling (kemudi) sebagai simbol ketepatan mengambil keputusan. Pallayarang (tiang layar utama) sebagai penentu utama kelajuan perahu dan sebagai simbol terpacunya cita-cita kesejahteraan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Palatto (cadik), baratang dan tadiq sebagai lambang penyeimbang dan pertahanan serta memiliki jangkauan visi yang jauh menyongsong masa depan. Lopi Sandeq berwarna putih sebagai simbol sifat kesucian serta tekad yang tulus dalam mengemban hakekat amanat rakyat dan merupakan warna khas kemandaran yang berarti putih bersih siap terbuka untuk menghadapi perubahan yang terpatri dalam ungkapan budaya Mandar yang berbunyi ”Ibannang Pute Meloq dicinggaq meloq dilango lango”. Lopi Sandeq yang terlihat dinamis mengandung makna bahwa Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar beserta masyarakatnya senantiasa dinamis untuk meraih cita-cita dengan senantiasa antusias mencari solusi dari setiap tantangan dan kendala yang menghadang.

# Gelombang yang berjumlah 17 lekuk

Hal ini berarti bahwa dalam perjalanan mengarungi lautan kehidupan, sandeq tetap jaya dalam tantangan, dan 17 lekukan tersebut adalah bermakna 17 Agustus sebagai tanggal kelahiran Negara Republik Indonesia yang menggambarkan bahwa Polewali Mandar adalah salah satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

# Allamungan Batu di Luyo ( Batu Luyo )

Allamungan Batu di Luyo (Batu Luyo) adalah bukti sejarah sebagai simbol permufakatan 7 (tujuh) kerajaan di Hulu Sungai (pitu ulunna salu) dan 7 (tujuh) kerajaan di Muara Sungai (pitu baqbana binanga).

# Bunga Melati

Tiga bunga melati putih bermakna tiga pilar yang kokoh, bersatu bersinerjik dalam mengawal pembangunan Kabupaten Polewali Mandar yaitu :

- Unsur Pemerintah
- Unsur Masyarakat
- Unsur Swasta (wirausaha)

# Pita Merah dengan Tulisan warna putih

Pita Merah dengan tulisan ”Sipamandaq” adalah hasil (out put) dari perjanjian luyo yang disebut Perjanjian Sipamandaq pada abad 14 M. Makna kata SIPAMANDAQ adalah saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya.

# Tali

Tali tambang berwarna kuning emas menggambarkan konsep assitaliang (kesepahaman) atau siperautangngarang (bermusyawarah) dalam kebudayaan Mandar. Konsep ini tersirat dalam ikrar dialogis, seperti ”malebu parriqdiqmoqo?”’ Io malebu parriqdiqmaq!”. Tali tambang ini juga mengandung nilai kekuatan, kesatuan, keseimbangan dan saling menghargai.